Warung Bebas

Sabtu, 01 September 2012

Kisah Mistis Mesi Si Pawang Ikan Pari

Kisah Mistis Mesi Si Pawang Ikan Pari  - AROMA mistis sudah terasa ketika Tribun Sumsel (Tribun Network) mengetik berita ini di Sekayu. KwH Meter listrik di rumah mendadak turun beberapa kali. Padahal sebelumnya tak pernah terjadi. Listrik milik tetangga juga tak ada masalah. Di tengah kegelapan dikejutkan pula oleh suara tumpukan buku di ruang tamu yang jatuh disertai lolongan anjing.





Desa Sugihwaras heboh ketika seorang nelayan, Nansir (38), secara tidak sengaja menjaring ikan pari seberat 120 kg di perairan Sungai Musi pada 24 Agustus lalu. Ikan berukuran besar itu dilepas atas permintaan Mesiyanti (16), paranormal cilik asal Desa Muara Punjung, Kecamatan Babattoman.



Gadis bernama Mesiyanti (16) ini terlihat seperti gadis seumurannya. Ia pelajar kelas dua di SMA Negeri 2 Kecamatan Babattoman, Kabupaten Musi Banyuasin. Usia Mesi masih muda, tetapi kekuatan mistisnya diakui penduduk seluruh desa, bahkan sampai desa tetangga. Kehadirannya sangat disegani.



Saat sebagian warga desa sudah membolehkan ikan pari dibawa pulang oleh Dr Husnah, Doktor Bidang Lingkungan Perairan Balai Riset Perikanan Perairan Umum Kabupaten Banyuasin, tiba-tiba Mesi muncul. Dengan gayanya yang cool, dia mencegah ikan itu dibawa untuk diteliti dan minta segera dilepas.



Siapakah Mesi, sehingga perkataannya dituruti orang? Tribun menyambangi kediaman remaja yang namanya mirip pemain sepakbola terkenal Lionel Messi itu di Desa Muara Punjung, Kecamatan Babattoman, Selasa (28/8/2012) lalu.



Tribun tiba di rumah panggung berlantai dua pukul 13.00 WIB, Mesi belum pulang sekolah. Di rumah ada beberapa kerabat, kakeknya, Taifur (64), dan juga Nansir. Mereka antusias menceritakan sosok Mesi dan memujinya. Sekitar setengah jam kemudian, Mesi pulang dan langsung berganti baju dengan kaos putih.



Perbincangan pun dimulai. Tribun berinisiatif menanyakan biodata remaja itu. Tiba-tiba Taifur menyela. Dia mengatakan, sosok yang dibincangi Tribun bukanlah Mesi, melainkan Nisa, anak penunggu Sungai Musi. Menurutnya, Nisa ini merupakan anak angkat pasangan dari "buaya kuning" bernama Abdul dan Aminah.



Sejenak perbincangan terhenti. Nisa (menggunakan tubuh Mesi) kemudian mengakui dia 'mati penasaran' pada usia 18 tahun karena tenggelam di Sungai Musi sebelum zaman penjajahan Belanda. Ia dibawa orangtua angkatnya ke Desa Muara Punjung dari Palembang.



"Saya ikutin Mesiyanti ini sudah lama, sejak ia berusia enam tahun. Tapi, baru bisa saya masuki badannya pada tahun ini, sebelum puasa," kata Nisa menggunakan dialek Palembang.



Dia memilih Mesi dengan pertimbangan remaja itu pendiam, baik, dan jarang keluar rumah. Selain itu, secara fisik, wajah dan tubuh Mesiyanti, menurut Nisa, sangat mirip dan boleh dibilang kembar dengan dirinya.



Nisa menceritakan, awalnya Mesiyanti sempat sakit saat ia masuki. Namun menurutnya, hanya sementara dan sejak saat itu Mesiyanti bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit menggunakan air putih dan dan jeruk nipis.



Taifur ikut nimbrung. Dia menuturkan, sejak cucunya dirasuki Nisa, beberapa masyarakat ada yang berdatangan untuk melakukan pengobatan, baik sakit secara fisik maupun secara mistik. Tamu yang datang pun juga banyak berasal dari luar kota.



"Cucu saya ini baru bisa mengobati pada saat puasa tahun ini, sekitar dua bulanan," jelasnya.



Selang tak berapa lama, Nisa merasa kelaparan dan makan yang sudah dimasak dengan lahap dan malah tambah. Menurut Taifur, Nisa lebih banyak makan dibandingkan Mesi. Mendengar perkataan kakeknya, tersebut, Nisa malah tertawa dan bilang lebih baik ia banyak makan nasi.



"Kalau lapar saat di dalam sungai, saya lebih enak makan ikan mentah. Kalau buaya lain, malah makan orang, biasanya makan jantung dan hati orang yang ditarik tenggelam," ujar dia.



Usai makan siang sebanyak dua piring, Nisa lalu duduk menyudut di dekat lemari. Tribun diberitahu Nisa telah meninggalkan tubuh Mesi. Berbalik 180 derajat dengan Nisa, Mesi ternyata orang yang pendiam dan pemalu. Sehingga, beberapa kali Tribun dan pihak keluarga harus membujuk Mesi untuk diwawancarai.



Hanya sedikit kata yang dikeluarkan dari mulutnya saat ditanyakan mengenai keberadaannya di dasar Sungai Musi saat tubuhnya ditempati Nisa. Logat yang dikeluarkannya pun juga berbeda, yakni bahasa asli wilayah Muba, bukan lagi bahasa Palembang yang digunakan saat Tribun wawancara pertama kali.



"Nisa-nya tadi dipanggil orangtuanya, jadi saya yang naik ke atas. Tadi di istana, cuma tidur-tiduran saja," ceritanya pada Tribun.



Ia menceritakan dengan gamblang, bahwa ada istana dibawah sungai, tempat Nisa dan orangtuanya tinggal. Istana ini terdiri dari dua tiga lantai. Setiap lantai dijaga empat pengawal yang berpakaian kerajaan warna putih.



"Kalau di lantai atas itu, tempat harta disimpan, ada emas. Umak Nisa kan buaya, telur umaknya itu emas semua, dak tahu ngape dak netas, mungkin mandul. (Ibu Nisa kan buaya, telur ibunya itu emas semua, nggak tahu mengapa tidak netas, mungkin mandul)," jelas Mesiyanti.



Sedangkan di lantai dua, merupakan tempat pakaian kerajaan. Sedangkan di lantai bawah, merupakan tempat tidur dengan banyak kamar. Ia menjelaskan, kalau salah masuk kamar, maka jiwanya akan hilang dan ia tidak bisa lagi kembali ke raganya.



"Dak tahu, caknye itu dalam kamar tuh peliharaan bapaknye gale, ade harimau dan lain-lain (Tidak tahu, sepertinya itu dalam kamar peliharaan bapaknya semua, ada harimau dan lain-lain)," ujarnya.



Mesiyanti menjelaskan, ia memiliki seorang dayang yang menemaninya terus selama dalam istana. Di istana ini menurutnya, berdinding beton yang memiliki taman luas.



Untuk mendapatkan detail istana ini, Tribun minta pada Mesi untuk bertukar tempat lagi dengan Nisa. Ternyata Mesi mengatakan, Nisa ada di belakangnya. Lalu, Mesi menjauh dari Tribun, duduk di atas ranjang tidur dan tak berapa lama Nisa kembali masuk ke tubuh Mesi. (iswahyudi)











Sumber

0 komentar em “Kisah Mistis Mesi Si Pawang Ikan Pari ”

Posting Komentar